Hidup dengan Mentalitas Seorang Direktur

Source: pinterest.com

Kalian ingat aku pernah cerita kalau lagi kerja remote di kantor Ayah? Yak, dan selayaknya kebanyakan orang yang kerja remote bakal meeting lewat zoom/google meet, akupun begitu.

Di meet terakhir, Ayah sempat tutup dengan sebuah pertanyaan,

“Kak tau gak apa perbedaan dari direktur, manajer, supervisor, sama staff?”

“Apa?”

“Kalau dia masih mikirin apa yang bakal dikerjain hari ini, berarti dia staff.

Kalau dia mikirin apa yang bakal dikerjain seminggu kemudian, dia supervisor.

Kalau dia udah mikirin apa yang bakal dikerjain sebulan atau bahkan berbulan-bulan kemudian, dia manajer.

Nah kalau direkur, dia udah bakal mikirin apa yang bakal dilakuin setahun atau bahkan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian.”

“Haa iyaiya, Ayah juga pernah nyampein itu”

Pertanyaan dan jawaban yang sama dengan apa yang pernah Ayah sampaikan di atas meja makan beberapa hari sebelum keberangkatanku kembali ke Turki.

Mungkin maksud dari pembicaraan tersebut agar anaknya bisa punya pemikiran sekelas dengan direktur, setidaknya begitu yang aku tangkap.

Tapi tahu apa yang ada di kepalaku saat itu? “Oh iya sih aku gak cocok jadi direktur, orang besok mau ngapain juga masih liat aja nanti” Wkwkwk, bukannya termotivasi aku malah berpikir sebaliknya; levelku mungkin memang sekedar staff, dan yaa emang kenapa? Bagiku gak masalah.

Kedua kalinya Ayah menyampaikan nasihat ini, aku rasa sudut pandang yang kupakai untuk menerimanya juga cukup berbeda, “Bagaimana jika maksudnya bukan sekedar tentang posisi, tapi soal mentalitas?”

Iya mungkin dalam pekerjaan kita memang enjoy berada di posisi sebagai staff saja, yang hanya perlu memikirkan harus menyelesaikan apa hari ini. Tapi terhadap diri kita sendiri, apa gak mau jadi direktur di kehidupan kita sendiri?

Menyadari pertanyaan ini aku mulai memaknai ulang bagaimana aku menyikapi hidupku selama ini. Jika dalam kehidupan sehari-hari saja masih mentalitas staff yang dipakai, bukankah kita akan sangat mudah tersetir oleh sekitar? Kita akan mudah terombang-ambing sebab tak punya pegangan arah.

Setidaknya begitu poin yang aku dapatkan kali ini: tak apa jikalau memang enjoy menjadi staff saja dalam dunia pekerjaan, tapi usahakan jangan sampai pada perkara jalan hidup.

Sebab mau bagaimanapun juga kita tetaplah bos dari hidup kita sendiri; tinggal pilih mau dipimpin oleh bos bermentalitas staff atau direktur?

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!

 

Komentar