Belajar dari Buku 01: Kenapa Rasanya Aku Tertinggal?

source: pinterest.com

Rasa-rasanya semua orang seperti sedang mengejar sesuatu, sedangkan aku tertinggal. Rasa-rasanya semua orang di sekitarku sedang berlari kencang, disaat aku sendiri bahkan masih bingung sebenarnya sedang berjalan ke mana?

Baru aja aku baca bab pertamanya buku “The Things You Can See Only When You Slow Down” karya Haenim Sunim. Dia menjelaskan bahwa seringkali kita menilai dunia sesuai dengan keadaan yang ada di depan mata kita saja, tanpa mempertimbangkan faktor lainnya.

Maksudnya gimana?

Seperti misal kalau orang-orang sekitar kita banyak yang menjadi korban kekerasan, kita akan menilai bahwa dunia itu jahat. Begitu juga sebaliknya, dunia bisa jadi adalah sebuah taman yang indah, bagi mereka yang dikelilingi oleh orang-orang baik.

Ini membuktikan bahwa seringkali pandangan kita atas dunia bukan berasal dari bagaimana dunia itu sendiri, melainkan sudut pandang mana yang pikiran kita ambil sebagai penilaian.

Sederhananya, dunia itu netral. Bagaimana nilainya, pikiran kita yang menentukan.

Dengan pandangan negatif, sebaik apapun dunia akan tetap terlihat jahat. Sedangakan dengan pandangan positif, kita akan selalu bisa menemukan sisi baik dari jahatnya dunia. Begitu juga dengan segala hal ditengah-tengahnya; soal ketertinggalan ini misalnya.

Kita melihat bahwa orang-orang di sekitar kita sedang ‘berlari’ menggapai pencapian, sehingga kita merasa tertinggal jauh. Padahal bisa jadi bukan karena orang-orang di sekitar kita sedang ‘berlari’, melainkan memang hal tersebut yang kita pilih untuk kita lihat.

Padahal di lain sisi, juga ada kok mereka yang menggapai pencapiannya dengan cara ‘berjalan’. Pelan-pelan, yang penting terus berjalan. Hanya saja mungkin kita tidak melihat ke sana, karena sudah terlalu fokus dengan mereka yang ‘berlari’.

Kutipan ini mengingatkan aku untuk kembali mengenali diri. Sudut pandang mana yang sebaiknya aku ambil sebagai penilaian atas dunia? Sebab ada mereka yang melihat orang lain berlari jadi ingin ikut berlari. Tapi ada juga mereka yang melihat orang lain berlari malah jadi lelah sendiri.

Berlari atau berjalan, keduanya pilihan, tidak ada yang salah. Yang salah adalah saat kita menyalahkan sekitar atas perasaan tertinggalnya kita. Menyalahkan sekitar yang terlalu cepat berjalan, padahal kita selalu punya pilihan untuk memandangnya dari sudut pandang yang lain.

Kalau saja kita pandang dunia ini bukan sebagai perlombaan, melainkan sama-sama sedang meniti jalannya masing-masing misalnya, kita tidak akan mempermasalahkan apakah kita mencapainya dengan berjalan ataukah dengan berlari, bukan?

Mari belajar untuk lebih bijak dalam mengambil sudut pandang. Karena seperti dalam kasus ini; bukan dunia yang berjalan terlalu cepat, melainkan pikiran kita yang memilih untuk memandangnya seperti itu.

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!

 

Komentar