Dengan perjalanan sebelumnya, akal kita akan mulai mengakui bahwa tuhan itu ada. Tapi kalau tuhan memang ada, siapa yang menciptakan? Imajinasiku saat SD menjawabnya dengan 2 kemungkinan: ada yang menciptakan atau ada dengan sendirinya. Pertanyaan tersebut tak pernah terjawab pada masanya, karena satu-satunya jawaban yang aku dapatkan saat itu adalah diminta untuk diam dan jangan bertanya lagi.
Saat itu “ada dengan sendirinya”
adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Tapi bagaimana, kalau ternyata “ada yang
menciptakan” justru jauh lebih tidak masuk akal daripada “ada dengan
sendirinya”? Karena jika tuhan diciptakan oleh tuhan lain misalnya, lalu siapa
yang menciptakan tuhan lain yang menciptakan tuhan tersebut? Pertanyaan ini
akan terus bergulir tanpa ada habisnya, bukan?
Sebenarnya dengan dalil kita akan
mudah mengetahui bahwa ilmu Allah itu luas, maka sebagai manusia yang terbatas
tentu akan banyak hal-hal yang tidak bisa dijawab oleh logika manusia. Tapi
sebagai aku yang masih meragukan keberadaan tuhan saat itu, menjawabnya dengan
dalil sama saja memberi sesuatu yang masih tidak ada. Toh tuhannya saja belum
diakui, bagaimana dengan dalilnya?
Lewat ilmu pengetahuan kita akan
tahu bahwa sebelum adanya ledakan Big Bang ruang dan waktu belum tercipta. Maka
jika tuhan ada sebelum itu untuk menciptakan ledakan Big Bang, Dia harus ada
sebelum ruang dan waktu ada. Pernyataan ini bisa diterima, sebab sesuatu yang
menciptakan pasti tidak sama dengan ciptaannya, harus lebih, atau berbeda.
Dengan kita bertanya kapan tuhan
tercipta? Di mana? Dan bagaimana? Sebenarnya sudah menunjukan bahwa kita
bertanya dengan sifat makhluk, yang mana serba terbatas. Sedangkan tuhan, tidak
dibatasi oleh apapun. Maka dengan bertanya menggunakan pertanyaan yang bersifat
makhluk mengenai pencipta, hanya akan menghasilkan pertanyaan yang salah. Dan
pertanyaan yang salah tidak akan bisa dijawab dengan jawaban yang benar.
Dari sini aku mulai sadar, untuk menghasilkan pertanyaan yang benar saja kita tidak akan mampu. Sebab mau bagaimana pun juga, kita hanya sebatas makhluk, yang mana wajar jika terbatas. Bukankah seharusnya kita sebagai makhluk merasa bangga memiliki pencipta yang Maha Kuasa? Sebab menurutku sendiri akan menyedihkan, kalau sampai ternyata pencipta kita tidak lebih hebat dari diri kita sendiri.
Dan dari sini juga akhirnya aku
belajar, tidak akan ada gunanya mengandalkan akal sebagai segala-galanya. Toh
akal kita terbatas, sedangkan pencipta kita tidak terbatas. Maka bukankah
memilih tunduk akan menjadi opsi yang paling menjanjikan?
Mengakui bahwa diri kita rendah
bukan karena rendah diri, melainkan karena kita tahu bahwa dengan merasa rendah
itulah kita bergantung kepada sesuatu yang jauh lebih kuat dari diri kita
sendiri.
Sekian
dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat
senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di
kesempatan berikutnya!
Komentar
Posting Komentar