Perjalanan Mencari Tuhan 02: Kalau Ternyata Tuhan Tidak Ada?

 


Sebenernya aku ga pernah mempermasalahkan persoalan ini dari awal, toh aku percaya tuhan itu ada. Tapi dalam perjalanannya, aku merasa bahwa logika dalam menemukan jawaban ini adalah logika yang akan sangat disayangkan jika tidak semua muslim memahaminya. Jadi, mari coba aku ceritakan.

Pertama kali bahas persoalan ini, aku diposisikan sebagai aku yang adalah seorang anak.

Apakah aku punya ibu? Punya.

Apakah ibuku punya ibu? Punya.

Apakah ibunya ibuku punya ibu? Punya.

Apakah ibunya ibunya ibuku punya ibu? Punya. Tapi kenapa aku bisa yakin, emangnya aku pernah ketemu dengan ibunya ibunya ibuku? Engga.

Begitulah manusia, tanpa melihat langsung, sebenarnya logika kita mampu menalar apa yang tidak bisa kita lihat secara langsung. Dan nalar tersebut menjadi benar, jika disertai dengan bukti; ilmiah/dalil. Tapi karena ceritanya posisi kita di sini belum percaya dengan keberadaan tuhan, maka mari tidak pakai dalil terlebih dahulu.

Jika premis ini ingin diteruskan, akan berakhir pada penciptaan Adam dan Hawa. Lalu dari mana keduanya tercipta? Mereka yang tidak percaya dengan tuhan biasanya akan menjawab bahwa keduanya tercipta dari ledakan Big Bang yang terus berevolusi. Dan asal Big Bang? Masih belum ditemukan jawabannya.

Padahal kalau mau jujur, sebenarnya Big Bang menjadi asal dari penciptaan manusia ini kurang masuk akal. Apakah materi yang satu akan bisa menciptakan dirinya begitu saja menjadi materi lain? Apakah dari satu partikel yang sama secara tak sengaja akan memisahkan diri jadi elemen-elemen berbeda seperti api, air, tanah, dll? Maka dari sini, kemungkinan bahwa adanya tuhan yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu jadi jauh lebih masuk akal, dibanding semua ada dengan sendirinya.    

Selanjutnya aku diajak untuk memperhatikan sekitar.

Di sekitarku sekarang sedang ada kipas angin, kulkas, laptop, meja, kursi, dan masih banyak lagi. Kita pasti akan langsung mengakui bahwa yang menciptakan itu semua jauh lebih canggih dari ciptaan itu sendiri. Maksudnya gini, apakah mungkin kalau laptop menciptakan dirinya sendiri? Wah, ga masuk akal dong. Siapa yang akan percaya dengan pernyataan bahwa laptop yang ada di depanku sekarang ini tiba-tiba ada tanpa ada yang merakitnya? Begitu juga dengan alam semesta.

Bayangkan sebuah gunung yang begitu gagah dan kuat. Jika kita sudah setuju bahwa sesuatu tidak akan mungkin tercipta sendiri tanpa ada yang menciptakan, maka akal kita pasti akan mengatakan bahwa yang menciptakan gunung pastilah lebih gagah dan kuat dari gunung itu sendiri, bukan? 

Dengan melihat luasnya alam semesta, dalamnya samudra, indahnya sunset, damainya sunrise, kita akan selalu menemukan sifat-sifat mengagumkan dari semua itu. Akal kita akan mengakui, bahwa ada sesuatu yang lebih besar dan berkuasa, yang menciptakannya. Sesuatu yang hanya bisa diterjemahkan sebagai tuhan. Karena apalagi, yang lebih berkuasa dari tuhan?

Baru pada langkah terakhir, aku dipersilahkan untuk mencari siapa tuhan yang sekiranya memenuhi semua sifat yang telah kita terjemahkan dari setiap ciptaan-ciptaanNya tadi.

Mungkin tidak harus islam jika kalian masih ragu, kalian bisa mencarinya di agama-agama lain. Tapi percayalah, akal kita akan tahu mana yang benar dan mana yang tidak, asal kita mau jujur.

Mungkin ini agak kurang relate untuk kalian yang sudah mengakui keberadaan tuhan sejak awal, karena… untuk apa dicari, bukan? Tapi, bagiku logika ini adalah reminder tersendiri, agar kedepannya aku dapat melihat alam tidak sebatas mengaggumi alamnya saja, tapi juga jadi pengingat seberapa luar biasa penciptanya.

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!


Komentar