Menemukan Potensi Diri 04: Jangan Buat Target Saat Sedang Termotivasi

Sumber: pinterest

Jangan buat target saat sedang termotivasi?

Lucu ya. Padahal waktu paling menyenangkan buat target ya saat sedang termotivasi. Tapi ini yang aku pelajari: bahwa tidak akan setiap hari kita termotivasi, dan kemungkinan besar kita tidak akan termotivasi di sebagian besar hari kita.

Jadi, bukankah tidak akan adil menggunakan target yang dibuat oleh diri kita yang sedang bersemangat untuk diri kita yang sedang tidak bersemangat?

Solusi yang aku temukan adalah mengajak ‘sisi malas’ kita dalam membuat target. Menanyakan hal-hal seperti, apakah kita akan tetap sanggup mengerjakan target tersebut disaat malas sekalipun? Apakah saat malas aku akan bisa ‘memaksa’ diriku sebanyak itu? dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya.

Maka dengan begitu target yang kita buat haruslah spesifik, melibatkan waktu dan keadaan. Misal seperti target membaca minimal 10 halaman/hariku, alasannya sesederhana karena saat malas sekalipun, aku masih akan sanggup membaca sebanyak itu.

Atau saat target baca buku Turki yang aku tempatkan di pagi hari, alasannya sesederhana karena aku masih segar dan akan sanggup bersabar lebih banyak dengan kesulitan yang akan aku hadapi dalam melewatinya.

Jadi ekspektasi yang aku tetapkan pada diri sendiri aku jabarkan dalam target personal, bukan target yang biasa dan bisa dimiliki oleh semua orang. Misal bukan seperti “menyelesaikan 3 buku dalam sebulan” yang biasa dibuat oleh kebanyakan orang, melainkan “membaca 30 halaman setiap hari” sehingga dalam sebulan aku akan bisa menyelesaikan 3 buku yang berjumlah 300 halaman.

Kenapa disebut tidak bisa dimiliki oleh semua orang? Karena keadaan dan kemampuan setiap orang berbeda, termasuk diri kita sendiri. Bisa saja kalian iri dengan orang lain yang bisa menyelesaikan belasan buku dalam sebulan, lalu bertanya kenapa kok aku gak bisa seperti mereka?

Tapi mungkin kalian lupa mempertimbangkan, kalau kalian juga punya kesibukan serta tanggung jawab lain yang tidak mereka miliki. Sehingga pertanyaan yang seharusnya kalian miliki bukanlah “kenapa kok aku gak bisa seperti mereka?” melainkan “apa yang bisa aku mulai dengan kemampuanku sekarang?”

Kurang lebih ini penjelasan lebih sederhanya dari konsep menggunakan Opportunities dan Threats dalam mendefinisikan ideal self yang sudah dibahas di tulisan sebelumnya. 

Jadi dalam memberikan ekspektasi kepada diri sendiri, sudah seharusnya kita mempertimbangkan kemampuan kita dalam mencapainya juga. Tidak hanya sekedar target gak masuk akal yang kita ingin diri kita capai.

Caraku adalah dengan membawa ‘sisi malas’ku dalam mendiskusikan jumlah dan bentuk target yang akan aku capai. Sedangkan kalian bisa mengikutinya, atau mencari cara lain yang lebih cocok untuk kalian. 

 

 

 

Komentar