“Rencananya Setelah Ini Mau Apa?” adalah pertanyaan yang
paling banyak aku dapatkan 6 bulan terakhir. Aku dari yang awalnya fine fine
aja, sampe lama-lama eneg juga ditanyain terus.
Apa karena aku gak punya jawabannya, ya? Jadi makin lama
makin ngerasa tertekan, kayak yang… apa emang semua orang harus udah punya
rencana? Emang kenapa kalau rencanaku adalah gak punya rencana?
Biasanya kalau ada yang nanya, jawabanku sesederhana “liat aja nanti”. Bahkan masih sampai sekarang. Karena ya, emang itu aja rencanaku: liat nanti.
Tapi ternyata gak semudah itu, saat yang bertanya adalah teman ayah atau
bunda. Bukankah akan sangat negatif, jika jawabanku sebodo amat ‘liat aja
nanti’?
Tapi juga, saat aku jawab dengan jawaban yang ‘sedikit’
lebih serius, biasanya komentar mereka adalah menyayangkan aku yang lulusan
luar negeri tapi gak lanjut lagi di luar negeri, atau gelarku yang bukan
lulusan S1.
Padahal bagiku sendiri, ya emang kenapa?
Sebagai seseorang yang terlahir perencana, yang dulunya hampir pasti punya planning untuk setidaknya 5 tahun ke depan, aku emang gak bisa sepenuhnya gak punya rencana.
Tapi bentuk perencanaanku sekarang
sesimpel mau namatin buku apa aja sebulan ke depan, mau nyelesain apa aja
seminggu ini, atau ya sekedar mau punya target apa besok.
Sejauh-jauhnya paling rencana untuk 1-3 bulan ke depan aja,
supaya aku yang default-nya emang perencana ini, lebih tenang saat udah
tau bakal ngelakuin apa beberapa waktu ke depan. Tapi semua itu bukan sesuatu
yang bisa aku jadikan jawaban saat ada yang bertanya “apa rencanamu setelah ini”,
bukan?
Aku sampai pernah mempertimbangkan apakah
pilihanku mengambil konsep ini sebagai jalan hidup adalah sebuah kesalahan?
Karena toh ayah dan bunda juga selalu mengharapkan kepastian dari anaknya. Tapi
3 tahun terakhir aku hidup dengan konsep ini, dan aku enjoy.
Lalu kenapa harus aku yang berkompromi dengan penilaian orang-orang? Kenapa gak orang-orang aja yang menerima bahwa ini pilihanku, dan memang kenapa kalau aku memilih ini?
Pada akhirnya inilah pilihanku. Aku yang akan menanggung
resikonya, dan aku gak masalah sama sekali. Aku juga telah berhasil meyakinkan
orang tuaku. Jadi untuk orang-orang yang masih mempertanyakan? Biarlah mereka
menggunakan haknya untuk bertanya. Jawabanku akan tetap sama; liat aja nanti.
Hanya saja mungkin aku harus tetap menyiapkan beberapa
jawaban bagus kalau-kalau nanti ada teman ayah atau bunda yang bertanya lagi,
haha.
Inilah perjalananku menemukan konsep hidup yang ingin aku
jalani, bagaimana dengan kalian? Apa konsep hidup yang kalian pilih? Dan
proses apa yang harus kalian lalui dalam mengambilnya?
Komentar
Posting Komentar