Kesadaran ini dimulai dari pertanyaanku soal kemampuan bahasa Turki yang
rasa-rasanya tidak kunjung berkembang, “Kenapa ya udah 3 tahun di Turki, tapi
aku masih belum bisa lancar berbahasa juga?”
Apalagi soal ngomong. Padahal lihat adik kelas yang baru 1-2 tahun di sini,
banyak dari mereka yang udah jauh lebih lancar, gak masalah saat ada orang
Turki yang ngajak ngobrol, pasti nyambung-nyambung aja jadi sebuah percakapan.
Sedangkan aku biasanya masih cukup struggle untuk sekedar jawab balik
pertanyaan mereka. Rasanya susah banget buat nemuin kosakata yang tepat,
padahal tau yang dibutuhin sebenarnya cuma itu-itu aja.
Jadi, apa yang salah? Kenapa aku gak kayak mereka?
Satu kesamaan yang aku temukan dari rata-rata mereka yang udah lancar
ngomong di tahun pertama ataupun keduanya adalah pembawaan mereka yang memang
suka ngobrol, jadi kalau ketemu orang lain pasti ada aja topik yang mereka
punya buat diobrolin.
Sebuah poin yang tidak aku punya. Kataku, “Iya juga ya, aku aja bisa
langsung nge-blank kalau ada orang baru yang nanya, walaupun itu pakai Bahasa
Indonesia; apalagi bahasa lain, kan?”
Bukannya mencari pembenaran. Tapi aku rasa sepertinya ini adalah bagian dari
sebuah penerimaan, toh setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, dan itu bukan sebuah kesalahan.
Proses penerimaan ini yang akhirnya membuat aku berdamai dengan keadaan. Mungkin
prosesku memang berbeda dengan mereka yang dari awal punya pembawaan suka ngobrol,
mereka yang udah terbiasa membicarakan topik ini dan itu meski dengan orang
baru.
Jika memang begitu, maka garis start kita berbeda. Lalu kenapa pula aku
harus membandingkan diri dengan mereka jika garis start kita berbeda? Bukahkah
itu jadi tidak adil?
Berbeda dengan mereka yang suka mengobrol, aku lebih sering menjadikan isi
kepalaku sebuah tulisan. Bahkan bisa dibilang kalau kemampuan menulisku jauh
lebih lancar dari kemampuan bicaraku, apalagi jika itu dengan orang baru.
Dari sana akhirnya aku tersadar, kalau ujung dari pertanyaan “Kenapa aku gak
sehebat orang lain?” gak seharusnya adalah menyalahkan diri sendiri, melainkan
mensyukuri apa yang justru ada di diri kita, tapi seringkali hal tersebut tidak
ter-notice,
dan bagiku hal tersebut adalah menulis.
Jadi daripada menyalahkan diri sendiri karena tidak sama dengan ‘mereka’,
aku memutuskan untuk lebih fokus mengasah apa yang aku memang dilebihkan.
Sambil juga pelan-pelan belajar apa yang kurang.
Seringkali banyak dari kita yang terlalu mudah menyalahkan diri sendiri hanya
karena merasa tidak sehebat orang lain, tapi lupa mengapresiasi apa-apa yang
dilebihkan pada dirinya.
Padahal setiap orang pasti memiliki kelebihannya masing-masing, tinggal
apakah kita mau notice kelebihan tersebut atau tidak?
Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!
Sungguh rasanya kyk dipeluk lewat tulisan kakak😭 Mari kita berusaha seperti itu walau sadar mungkin tidak akan segampang itu.
BalasHapus