Belajar Jadi Gelas Kosong

Sumber: Pinterest.com

Aku termasuk tipe yang kurang suka sesuatu berulang. Entah itu nonton film, baca buku, ataupun berkunjung ke suatu tempat, kalau misalkan udah pernah, ya udah, mending coba sesuatu yang baru lagi.

Di satu sisi mungkin ini hal bagus, karena kurang sukanya aku melakukan hal yang sama berulang kali, membuat aku jadi terbiasa mencoba banyak hal baru. Tapi sayangnya ini juga berlaku ke gimana aku menerima informasi, termasuk pelajaran.

Gak cuma sekali dua kali aku mendengar nasihat bahwa adab yang baik dalam mendengarkan seseorang yang sedang menjelaskan sesuatu yang sudah kita tahu adalah seakan-akan kita belum pernah mendengar hal tersebut dari manapun sebelumnya.

Jadi kita mendengarkan dengan seksama, seakan-akan hal tersebut baru bagi kita, atau singkatnya menjadi gelas kosong.

Tapi sayangnya aku tidak begitu. Setiap ada seseorang yang bahas sesuatu yang sudah aku tahu sebelumnya, bawaanku dalam hati adalah ngejawab, atau setidaknya membanding-bandingkan dengan apa yang sudah aku tahu sebelumnya.

Apakah berarti aku termasuk tidak beradab karena tidak bisa menjadi ‘gelas kosong’ tersebut?

Entah jawabannya iya atau tidak, tapi aku baru aja belajar sesuatu beberapa waktu yang lalu, tentang bagaimana seseorang yang membagi catatannya menjadi 2 jenis saat sedang belajar sesuatu: catatan teori dan evaluasi.

Catatan teori isinya adalah teori yang sedang kita pelajari dari sumber tertentu, sedangkan catatan evaluasi bentuknya adalah poin-poin evaluasi kita terhadap diri kita sendiri atas teori yang sedang kita pelajari.

Apakah kita sudah mempraktekan hal tersebut? Sejauh mana kita sudah mempraktekannya? Apa yang bisa kita tingkatkan lagi kedepannya? Apa yang perlu kita tambah atau kurangi?

Lalu aku merasa, sepertinya ini adalah sebuah solusi untuk aku yang gak betah dengerin hal yang sama berulang kali. Aku bisa belajar untuk menyerap ulang materi tersebut dengan konsep berbeda; yaitu evaluasi terhadap diri sendiri.

Seringkali aku gak anggap serius sebuah nasihat yang aku rasa aku sudah paham, toh udah tahu ini. Tapi dengan membuat catatan evaluasi, atau setidaknya reaksi pertama kita atas nasihat tersebut adalah pertanyaan, “Sudah sejauh mana kita mengimplementasikannya?”.

Kita akan secara aktif menyerap kembali nasihat tersebut. Jadi meski nasihatnya sama, namun input yang kita dapatkan akan berbeda.

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!

 

Komentar