Memaksimalkan Potensi Diri Sendiri

Sumber: pinterest.com

Seringkali kita merasa iri melihat mereka yang sepertinya punya peran dan dapat berkontribusi terhadap sesuatu atau orang lain. Lalu kita mempertanyakan diri sendiri, kita bisa apa? Kenapa kok kayaknya orang lain bisa ini dan itu sedangkan aku gak bisa apa-apa?

Kemarin aku baru saja dapat sebuah perumpamaan dari serial “Why Me” tentang bagaimana seharusnya seseorang menyikapi bakatnya. Seperti anjuran mengambil makanan terdekat saat sedang makan bersama, begitu juga seharusnya kita mendekat kepadaNya melalui apa-apa yang ‘dekat’ dengan kita terlebih dahulu.

Kata ‘dekat’ yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang kita kuasai; kemampuan-kemampuan yang memang kita bisa dan dimudahkan dalam melakukannya. Misal kita diberi kemampuan bicara di depan umum atau dimudahkan dalam berpuasa sunnah, maka maksimalkanlah di sana terlebih dahulu.

Sambil memaksimalkan apa yang kita punya dan apa yang dimudahkan kepada kita, sambil dikit-dikit juga mengembangkan kemampuan dalam bentuk bakat maupun ibadah lainnya, yang mungkin lebih sulit ataupun butuh usaha lebih untuk kita bisa melakukannya.

Jadi ternyata perintah mengambil dari yang terdekat bukan hanya sekedar adab saat sedang makan bersama saja, tapi juga tentang bagaimana kita menyikapi apa-apa yang ada di sekitar kita; termasuk menyikapi apa-apa yang kita miliki.

Kebanyakan dari kita seringkali terlalu silau melihat apa yang tidak ada dijangkauan kita, sehingga merasa kita bukan apa-apa. Selayaknya saat makan di resto padang kita melihat rendang yang ada nan jauh di seberang meja, tapi tidak menyadari bahwa ada semur daging tepat di hadapan kita.

Begitu juga dengan apa-apa yang kita miliki, seringkali tidak ter-notice dengan kita karena fokus kita yang sudah terlanjur mengarah kepada orang lain. Padahal jika kita renungi pelan-pelan, apa yang kita miliki bisa jadi sama hebat atau bahkan lebih hebat dari milik orang lain, hanya saja belum kita maksimalkan.

Sebab Allah sudah membekali masing-masing dari kita dengan bekal yang paling tepat. Entah itu dalam bentuk karakter, bakat, privilege, ataupun kemudahan dalam ibadah tertentu.

Tinggal apakah kita memilih untuk memaksimalkan bekal tersebut, atau malah fokus terhadap bekal milik orang lain?

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!

Komentar