![]() |
Sumber: Pinterest.com |
Kalau kalian ngikutin podcast-nya Zahid Ibrahim, kalian pasti tahu kalau judul ini adalah salah satu topik yang pernah dia angkat di podcast-nya. Menariknya, pembahasan ini diangkat tepat disaat aku juga sedang mempertanyakan hal yang sama.
Dimulai dari voting Instagram yang ia buat:
- Mengorbankan waktu bersama keluarga/teman untuk merantau demi mengembangkan studi dan karir, atau
- Tetap bersama keluarga atau berada di zona nyaman meski studi dan karir hanya berkembang seadanya
Kalian tahu apa pilihanku saat itu? Opsi kedua.
Entah kenapa aku merasa sedang lelah-lelahnya berada jauh dari orang-orang yang dengan mereka aku merasa nyaman, aku mulai mempertanyakan lagipula apa salahnya tetap berada di zona nyaman? Siapa pula yang memaksa aku harus keluar zona nyaman, selain diri sendiri?
Walaupun di lain sisi aku juga jadi bertanya, apakah dengan begitu aku termasuk dari mereka yang close minded, sebab memilih ingin berkembang seadanya saja dan tidak rela untuk mengorbankan zona nyaman?
Pertanyaan ini terus menghantui sampai akhirnya topik ini diangkat menjadi podcast. Benar saja, jika dibandingkan antara pemilih opsi satu dan dua, perbandingannya adalah 75% dan 25%, lebih banyak mereka yang memilih mengorbankan zona nyaman untuk merantau.
Tapi menariknya, Zahid sendiri bilang kalau rata-rata pemilih opsi satu adalah mereka yang memang belum pernah keluar dari zona nyamannya, atau setidaknya belum pernah merasakan merantau.
Bahkan ia menambahkan, kalau Bang Zahid Samosir pun sempat kaget melihat hasil voting tersebut dan berkomentar, “Kalau saja pengisi votingnya adalah orang-orang rantauan, aku yakin persenannya bakal lebih banyak di opsi kedua”.
Jleb. Aku rasa aku tidak sendiri.
Di awal aku sempat bertanya apakah pilihanku egois? Apakah aku salah jika memilih ingin berada di zona nyaman saja? Apakah aku salah jika memilih ingin kembali dari perantauan sesegera mungkin?
Ternyata tidak juga, banyak dari mereka merasakan hal yang sama. Meski di lain sisi banyak juga dari mereka yang merasa behwa tempat perantauannya yang sekarang sudah menjadi bagian dari ‘rumah’.
Setidaknya dari sini aku jadi tahu kalau aku tidak merasakan ini sendiri, dan mungkin begitu juga untuk kalian yang sedang merasakan hal yang sama. Aku mau bilang, kalau kalian tidak sendiri.
Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!
Terima kasih kak aya, Btw Zahid Ibrahim apakah = Zahid Samosir
BalasHapus