Memungut Hikmah 13: Ustad Juga Bisa Sekuler?

Source: pinterest.com

Makna sekuler sendiri adalah memisahkan antara perkara dunia dengan perkara akhirat. Tapi seringkali cap sekuler ini hanya berlaku bagi mereka yang fokus terhadap urusan dunia saja dan meninggalkan akhiratnya, lalu bagaimana dengan sebaliknya?

Memang kalimat “kejarlah akhirat maka dunia akan mengikuti” benar adanya, tapi masih banyak yang mengartikan bahwa makna akhirat pada kalimat ini adalah “mempelajari ilmu agama”, sehingga jika bukan ilmu agama, seakan-akan kita tidak sedang mengejar akhirat.

Dengan pemikiran ini, apa bedanya dengan konsep pemikiran sekuler yang mengatakan bahwa urusan dunia dan akhirat terpisah. Padahal yang kita rasa ‘ilmu dunia’ pun jika kita pelajari dengan niat yang benar, hal tersebut bisa termasuk bagian dari ibadah.

Salah satu pengaruh dari memiliki pola pikir ini adalah merasa cukup jika sudah memiliki ilmu agama, tanpa merasa perlu mempelajari ilmu umum juga. Atau lebih parahnya, sampai merasa dirinya lebih tinggi dibanding mereka yang mempelajari ilmu umum.

Memisahkannya seperti ini akan sama saja dengan mereka yang hanya belajar ilmu dunia tanpa merasa harus mempelajari ilmu agama; toh keduanya terpisah?

Padahal kalau mau mencontoh zaman keemasan islam dulu, banyak dari ulama yang menguasai ilmu agama, juga menguasai ilmu umum. Mereka tidak memisahkannya satu sama lain. Bukankah begitu juga sikap yang seharusnya kita ambil?

Karena hanya memahami dunia dari sudut pandang agama bisa berujung merendahkan agama islam itu sendiri, sebab tidak bisa logis dalam menjawab persoalan-persoalan di luar itu.

Misal contohnya, waktu itu ada yang bertanya ke salah satu ustad tentang persoalan evolusi, lalu dengan gamblangnya si ustad ini menjawab bahwa evolusi itu salah, jelas-jelas sesat, sampai mengatakan itu adalah ilmu dajjal karena mengatakan manusia dari kera.

Iya memang benar salah untuk bagian manusia dari kera, tapi untuk evolusinya sendiri? Sudah ada banyak penelitian yang mebuktikan bahwa teori evolusi benar adanya dan terjadi kepada makhluk hidup.

Lalu akan ditertawakan seperti apa islam, jika muslimnya langsung menyalahkan teori evolusi secara keseluruhan?

Bukan berarti aku mengatakan bahwa ustad ini sekuler, pun aku gak menyalahkan ustadnya atau merasa lebih tinggi dari ustad tersebut, hanya ingin mengambil pelajaran dari bagian ini. Bahwa tingginya pengetahuan kita atas ilmu agama tidak seharusnya menjadikan rendah ilmu lainnya.

Dari sini aku jadi belajar, untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan sedikit-dikitnya ilmu agama yang kita miliki saat ini. Jangan sampai karenanya kita jadi merendahkan ilmu lain yang sebenarnya tidak kita pahami keseluruhannya, secara sengaja ataupun tidak.

Pun begitu juga dengan kita yang fokus belajarnya pada ilmu umum, jangan sampai merasa ilmu agama hanya milik mereka yang kuliah jurusan ‘keislaman’. Sebab kita semua memiliki hak yang sama atas ilmu tersebut.

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!

Komentar