![]() |
source: pinterest.com |
Beberapa hari yang lalu aku baru aja nonton video di YouTube. Seorang ayah
bercerita bagaimana ia baru diberikan anak setelah 4 tahun pernikahan. Awalnya
ia sempat mempertanyakan keputusan tuhan, sampai pada akhirnya ia bilang
“Mungkin kalau saat itu aku langsung diberi anak, anakku akan jadi pelarian
amarahku”.
Dia mengakui bahwa karakternya memang mudah marah. Sekarang pun saat anaknya
berumur 2 tahun, ia seringkali ingin marah karena tingkah anaknya. Tapi
mengingat bahwa anaknya ini adalah sesuatu yang sangat ia inginkan dan usahakan
4 tahun terakhir, menjadikannya bisa menahan amarah agar tidak sampai menyakiti
anaknya.
“Mungkin itu alasan kenapa Allah tahan dulu keinginan kita, agar saat kita
mendapatkannya, kita bisa lebih menghargainya.”
Ini mengingatkan aku yang ingin agar tulisanku bisa dibaca oleh lebih banyak
orang. Sampai-sampai mempertanyakan kepada tuhan, apakah aku memang belum cukup
pantas untuk membagikan ceritaku lewat tulisan ya?
Tapi disitulah poinnya. Apakah setelah banyak pembaca aku akan merasa
tulisanku sudah cukup baik? Apakah dengan begitu aku akan merasa pantas untuk
disebut sebagai seorang penulis?
Jika begitu kasusnya, maka aku akan berhenti bertumbuh. Aku akan merasa
pantas karena hasil usahaku sendiri, bukan karena sebuah amanah dariNya yang
harus aku jaga dan syukuri.
Ternyata Allah tahu, aku yang belum siap untuk mendapatkannya. Bukan karena
tidak pantas, tapi justru karena Allah mau kita bisa lebih menghargainya kelak.
Bukan karena belum cukup baik, tapi karena Allah mau kita bisa mendapatkannya
tanpa dibersamai rasa kesombongan kelak.
Setidaknya begitu yang aku dapati. Bisa jadi Allah tahan keinginan kita
sekarang bukan karena kita tidak pantas, melainkan karena Allah ingin
menjadikannya lebih spesial di hari kemudian.
Selayaknya Nabi Ibrahim yang baru diberikan Ismail setelah penantiannya berpuluh-puluh
tahun. Apakah karena selama itu Nabi Ibrahim tidak pantas? Bukan. Tapi Allah
justru sedang menjadikan kehadiran Nabi Ismail lebih spesial.
Karena dari proses penantian tersebutlah akhirnya Nabi Ibrahim siap
melepaskan Ismail di setiap ujian yang diberakan olehNya; saat harus
meninggalkannya di Mekkah dan saat turun perintah menyembelih. Sebab ia tahu
bahwa anaknya adalah hadiah dariNya yang patut dihargai sesuai dengan
keinginanNya, bukan keinginan kita.
Saat keinginan kita terealisasi di waktu dan dalam keadaan yang paling tidak
kita sangka, biasanya kita akan bisa menghargainya lebih, sebab sadar bahwa
kita tidak akan mungkin mendapatkannya
tanpa campur tanganNya. Sesuatu yang seringkali tidak disadari oleh seseorang
yang keinginannya dapat terealisasi dengan mudah.
Maka di sinilah aku sekarang. Tetap mengusahakan segala keinginanku
semaksimal mungkin, sambil terus yakin bahwa keinginan-keinginaku belum terealisasikan
sekarang bukan karena aku tidak pantas. Tapi karena aku akan bisa menghargainya
lebih jika aku dapatkan nanti, bukan sekarang.
Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!
Komentar
Posting Komentar