![]() |
https://pin.it/2PPwrrk |
Aku rasa aku termasuk overthinker parah. Aku bisa memikirkan banyak hal
sekaligus sambil membuat kemungkinannya dari A-Z. Tak jarang aku
mengkhawatirkan hal yang padahal baru akan terjadi beberapa bulan atau bahkan
tahun lagi. Atau terkadang kalau sedang takut, aku bisa menangisi sesuatu yang entah
sebenarnya akan benar-benar terjadi atau tidak kedepannya.
Padahal aku paham bahwa beberapa hal memang tidak perlu dipikirkan terlalu
dalam. Tapi ya gimana, tetap saja pikirannya ada. Sampai di awal SMA aku mulai
sadar, sepertinya journaling adalah solusi dari masalahku tersebut.
Awal aku mulai menulis adalah saat SMP. Aku yang saat itu gak tahu cara
berteman, lebih memilih membagikan isi kepalaku di atas kertas. Bagiku harus memulai
percakapan dengan orang lain adalah sesuatu yang jauh lebih menakutkan dibanding
tidak mengekpresikan diri kepada siapapun. Makanya aku gak nulis selama sedang
pulang ke rumah, karena aku selalu bisa mengekspresikan diri di sana.
Sampai di tahun ke-2 SMA aku memutuskan untuk mulai berteman. Ternyata tidak
semenakutkan itu untuk memulai percakapan duluan. Sejak berteman itulah aku
mulai tidak menulis lagi. Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, entah bukuku
kosong untuk berapa lama. Tapi ada satu hal yang mulai aku rasakan, kepalaku
terasa berantakan.
Ternyata biasa menulis membuat isi kepalaku biasa tersusun. Tidak menuliskannya
terus menerus menjadikan kekhawatiranku juga terus bertumpuk, sampai tidak jelas
lagi sebenarnya apa yang sedang aku khawatirkan sekarang.
Dari situlah aku mulai sadar, ternyata aku tetap butuh menulis. Karena nyatanya
ada beberapa hal yang memang hanya bisa selesai saat kita diskusikan dengan
diri sendiri, atau sekedar menyusunnya menjadi tulisan, agar tetata rapih.
Selain memakan waktu, bagiku overthinking juga menjadikan emosi kita tidak
stabil. Karena dibanding hadir di waktu sekarang, hati kita akan ikut terbawa
dengan kekhawatiran kita atas masa depan. Makanya journaling juga menjadi salah
satu cara untuk memberikan ruang kepada rasa, agar tidak terjebak dalam
kekhawatiran yang tidak diperlukan.
Biasanya aku akan menemukan solusi dari kekhawatiranku saat proses
journaling. Walaupun dalam beberapa kasus tetap berakhir tanpa solusi, tapi selesai
dalam keadaan kepala dan hati yang ‘kosong’ selalu menjadi solusi tersendiri untukku. Jadi fokus dan emosiku gak terganggu lagi karena
kekhawatiran-kekhawatiran tadi.
Aku gak tahu ini untuk semua orang atau enggak, karena ada yang bilang kalau
setiap orang punya caranya masing-masing. Tapi aku percaya bahwa komunikasi
adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah, dan menulis journal adalah salah
satu bentuk komunikasi terbaik dengan diri sendiri.
Karena seringkali, sebenarnya kita tahu apa solusi dari permasalahan yang
sedang kita hadapi, hanya saja belum terpikirkan karena belum ada pemicunya.
Dan menulis? Adalah pemicu tersebut!
Journal bisa berbentuk apa saja. Bisa tulisan bebas, atau mengambil template
pertanyaan dari internet untuk kita jawab sesuai dengan apa yang sedang kita butuhkan;
mengenal diri sendiri, mengidentifikasi emosi, menyusun masa depan, dll.
Jadi gimana, tertarik untuk mulai nge-journal juga?
Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!
Komentar
Posting Komentar