![]() |
source: pinterest.com |
“‘Life problems’ are really just side effect of not having anything more
important to worry about” —18
Satu kalimat yang menurutku cukup menarik dari buku “The Subtle Art of Not
Giving a F*uck”. Kalimat ini bilang kalau masalah hidup itu adalah efek samping
dari seseorang yang tidak memiliki sesuatu yang lebih penting untuk
dikhawatirkan.
Ini menarik. Karena nyatanya manusia pasti disibukan oleh sesuatu. Jika kita
tidak punya hal besar untuk diurusi, maka kita cenderung akan mulai mengurusi
hal-hal kecil; begitu juga dengan masalah hidup.
Semua yang terjadi dalam hidup itu sifatnya netral, persepsi lah yang akan
menentukan apakah sebuah kejadian adalah masalah atau bukan bagi kita. Persepsi
ini datangnya dari kekhawatiran, dan yang akan menentukan apakah hal tertentu
perlu dikhawatirkan atau tidak adalah tujuan hidup.
Contoh nyatanya aku dapatkan dari nasihat Hawariyyun soal rumah tangga yang
kurang lebih intinya begini:
“Jika saja kita tidak punya tujuan besar dalam berumah tangga, bisa jadi
hal-hal sepele seperti ‘makan apa hari ini’ saja bisa jadi masalah. Tapi jika
kita tahu bahwa yang diinginkanNya dari sebuah keluarga adalah kontribusi
mereka terhadap masyarakat, kita akan paham bahwa persoalan menu makan harian
ataupun hal sepele lainnya bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.”
Bukan berarti kita jadi menelantarkan masalah ‘sepele’, tapi justru dengan
memiliki tujuan dan menaruh kekhawatiran pada hal yang lebih besar, kita
cenderung akan bersegera untuk menemukan solusi dari hal-hal sepele tersebut.
Intinya setiap orang pasti punya masalah hidup, kita gak bisa atur itu. Tapi
kita selalu bisa atur di mana kita akan menaruh kekhawatiran kita atas sebuah
masalah.
Misalnya gini, ada 2 orang yang baru aja diputusin pacarnya. Sama-sama punya
masalah hidup gak mereka? Iya. Sama gak bentuk masalahnya? Sama.
Tapi yang satu menganggap bahwa putusnya ia dengan pacarnya adalah teguran
dari tuhan agar ia kembali mendekat kepadaNya, dan satu lagi memilih tenggelam
dalam penyesalan, menyalahkan dirinya atas masalah tersebut.
Apa yang berbeda?
Orang pertama menaruh kekhawatirannya kepada pandangan yang lebih luas; pertanda
dari tuhan. Sedangkan orang kedua memilih terjebak di dalam kekhawatiran masa
lalu yang serba gak pasti.
Makanya bahasan ini jadi mengingatkan aku dengan hadits “Perkara setiap
mukmin itu menakjubkan. Sesungguhnya setiap urusan mereka adalah kebaikan.
Apabila ia mendapat kebahagiaan, maka ia bersyukur, maka itu baik baginya, dan
apabila ia mendapatkan keburukan, maka ia bersabar, dan itu pun baik baginya”
(HR. Muslim no. 2999).
Hadits ini bisa jadi panduan kita dalam menaruh khawatir. Pada saat mendapat
kebaikan, tarulah khawatir kita pada rasa syukur; “Apakah kita sudah cukup
bersyukur?”.
Sedangkan saat mendapat musibah, tarulah khawatir kita pada rasa sabar;
“Apakah kita sudah cukup bersabar?”. Sebab tak ada lagi yang jauh lebih penting
selain ridhoNya atas diri kita.
Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!
Komentar
Posting Komentar