Perjalanan mencari tuhan berarti
perjalanan menggunakan akal. Namun kalau ditanya apakah kita harus selalu
mengedepankan akal? Ternyata jawabannya tidak.
Tujuan utama adanya akal dalam
beragama adalah untuk menemukan tuhan melalui kebesaran-kebesaranNya. Selesai
sampai di situ. Karena jika akal digunakan secara berlebihan, maka kita sendiri
yang akan terjebak dalam labirin tak berujung.
Untuk tunduk kepada tuhan, berarti kita perlu menemukan agama mana yang (setidaknya menurut kita masing-masing) paling benar. Salah satu tolak ukur apakah agama itu benar atau tidak adalah 3 syarat berikut,
- Dapat memuaskan akal
- Menenangkan hati
- Sesuai dengan fitrah manusia
Karena aku berlatar belakang
islam, maka aku memulainya dari islam, dan aku menemukan bahwa ketiganya ada dalam
islam.
Satu hal yang paling membuatku
yakin dengan islam pada saat itu adalah bagaimana dalam salah satu ayat
Al-Quran, Allah menantang mereka yang meragukan firmanNya untuk menciptakan
satu surat yang bisa menandingi Al-Quran, atau setidaknya sama hebatnya.
1400 tahun sudah Al-Quran ada,
tapi belum ada satupun surat yang dapat menandinginya. Dan Allah sendiri sudah
menjawabnya dalam Al-Quran, bahwa tidak mungkin ada yang sanggup membuatnya. Bukankah
itu cukup menjadi bukti, bahwa Al-Quran benar-benar berasal dari tuhan?
Lalu Al-Quran sendiri yang
menyebutkan, bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang patut disembah. Maka
dengan ini jawaban tentang keberadaan tuhan sudah menjadi solid, bahwa tuhan
yang patut disembah tersebut adalah Allah, dan hanya Allah.
Aku yang selama ini protes dengan
segala perintahNya pun mulai luluh, ternyata terlalu sombong kalau kita mau
bisa mengerti cara kerja semesta, dengan cara kita sendiri. Sebab mau bagaimana
pun juga, kita tak akan pernah mampu.
Begitulah, kerja akal kita dalam
beragama sudah selesai sampai pada menemukan keberadaanNya. Dan selanjutnya
dalam taat, kita perlu sepenuhnya berserah.
Tapi berserah pun bukan sembarang
berserah, kita tetap perlu ilmu untuk tahu apakah kita berada di jalan yang
benar atau tidak. Namun penggunaan akal dalam menuntut ilmu ini lah yang cukup
berbeda dalam berislam. Jika sebelumnya aku meninggikan akal sebagai sumber
tunggal, sekarang aku harus menundukan akal berdasarkan ilmuNya.
Gimana maksudnya?
Mungkin dalam beberapa titik
dalam berislam, kita akan menemukan perintah yang tidak masuk akal, misalnya. Pada
titik itu, kita perlu sadar bahwa dengan tidak masuk akalnya perintah tersebut,
bukan berarti perintah tersebut salah, melainkan akal kita yang belum sampai
pada jawabannya.
Jadi ada perbedaan fungsi di sini.
Bahwa akal tidak lagi menjadi sumber, melainkan sesuatu yang harus tunduk di
bawah ilmuNya.
Kita jadi rendah dong kalau
begitu? Malah jadi kayak boneka? Ini yang ada di pikiranku pada saat itu. Dan jawabannya akan aku ceritakan minggu depan, insyaallah.
Sekian
dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat
senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di
kesempatan berikutnya!
Komentar
Posting Komentar