Perjalanan Mencari Tuhan 04: Sehabis Menemukan Tuhan, Lalu Apa?

Perjalanan mencari tuhan berarti perjalanan menggunakan akal. Namun kalau ditanya apakah kita harus selalu mengedepankan akal? Ternyata jawabannya tidak.

Tujuan utama adanya akal dalam beragama adalah untuk menemukan tuhan melalui kebesaran-kebesaranNya. Selesai sampai di situ. Karena jika akal digunakan secara berlebihan, maka kita sendiri yang akan terjebak dalam labirin tak berujung.

Untuk tunduk kepada tuhan, berarti kita perlu menemukan agama mana yang (setidaknya menurut kita masing-masing) paling benar. Salah satu tolak ukur apakah agama itu benar atau tidak adalah 3 syarat berikut, 

- Dapat memuaskan akal

- Menenangkan hati

- Sesuai dengan fitrah manusia

Karena aku berlatar belakang islam, maka aku memulainya dari islam, dan aku menemukan bahwa ketiganya ada dalam islam.  

Satu hal yang paling membuatku yakin dengan islam pada saat itu adalah bagaimana dalam salah satu ayat Al-Quran, Allah menantang mereka yang meragukan firmanNya untuk menciptakan satu surat yang bisa menandingi Al-Quran, atau setidaknya sama hebatnya.

1400 tahun sudah Al-Quran ada, tapi belum ada satupun surat yang dapat menandinginya. Dan Allah sendiri sudah menjawabnya dalam Al-Quran, bahwa tidak mungkin ada yang sanggup membuatnya. Bukankah itu cukup menjadi bukti, bahwa Al-Quran benar-benar berasal dari tuhan?

Lalu Al-Quran sendiri yang menyebutkan, bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang patut disembah. Maka dengan ini jawaban tentang keberadaan tuhan sudah menjadi solid, bahwa tuhan yang patut disembah tersebut adalah Allah, dan hanya Allah.

Aku yang selama ini protes dengan segala perintahNya pun mulai luluh, ternyata terlalu sombong kalau kita mau bisa mengerti cara kerja semesta, dengan cara kita sendiri. Sebab mau bagaimana pun juga, kita tak akan pernah mampu.

Begitulah, kerja akal kita dalam beragama sudah selesai sampai pada menemukan keberadaanNya. Dan selanjutnya dalam taat, kita perlu sepenuhnya berserah.

Tapi berserah pun bukan sembarang berserah, kita tetap perlu ilmu untuk tahu apakah kita berada di jalan yang benar atau tidak. Namun penggunaan akal dalam menuntut ilmu ini lah yang cukup berbeda dalam berislam. Jika sebelumnya aku meninggikan akal sebagai sumber tunggal, sekarang aku harus menundukan akal berdasarkan ilmuNya.

Gimana maksudnya?

Mungkin dalam beberapa titik dalam berislam, kita akan menemukan perintah yang tidak masuk akal, misalnya. Pada titik itu, kita perlu sadar bahwa dengan tidak masuk akalnya perintah tersebut, bukan berarti perintah tersebut salah, melainkan akal kita yang belum sampai pada jawabannya.

Jadi ada perbedaan fungsi di sini. Bahwa akal tidak lagi menjadi sumber, melainkan sesuatu yang harus tunduk di bawah ilmuNya.  

Kita jadi rendah dong kalau begitu? Malah jadi kayak boneka? Ini yang ada di pikiranku pada saat itu. Dan jawabannya akan aku ceritakan minggu depan, insyaallah.  

Sekian dulu untuk hari ini. Kalau ada kebaikan yang kalian dapat, aku akan sangat senang jika kalian juga membagikannya ke sekitar kalian. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!


Komentar